Tuesday, 23 April 2013

eskalator



KITA semua pernah berada dalam kondisi terburu-buru, mungkin terburu-buru mengejar kereta, menemui orang yang sudah membuat janji dengan kita, membesuk
orang sakit, atau mengejar jam tayang bioskop.
Ketika ketergesa-gesaan itu terjadi di gedung umum, misalnya, kita sering memutuskan untuk menggunakan tangga berjalan alias eskalator. Bahkan, saking terburu-burunya, di eskalator pun kita berjalan setengah berlari sehingga langkah semakin cepat.
Namun banyak di antara kita yang merasa kesal karena tidak bisa berjalan cepat di atas eskalator. Pasalnya, ada orang lain di depan kita menutupi jalan, baik di sisi kiri maupun sisi kanan. Lebih kesal lagi kalau orang yang di depan kita itu mengobrol cengengesan. Kita jadi tidak bisa berjalan cepat di atas tangga berjalan itu.

Di negara-negara lain ada etika memanfaatkan eskalator. Di Inggris misalnya, jutaan komuter menggunakan kereta bawah tanah (tube) setiap harinya. Ketika menuruni atau menaiki eskalator stasiun bawah tanah, mereka berdiri di sisi kiri. Sisi kanan dibiarkan kosong untuk memberi kesempatan kepada mereka yang terburu-buru.


Etika menggunakan eskalator tidak hanya terlihat di simpul-simpul transportasi. Di supermarket, mal, kantor pemerintah, kantor pelayanan publik, hingga kampus etika eskalator ini terlihat. Sisi kiri eskalator berisi orang-orang yang santai. Di sisi kanan selalu ada orang yang setengah berlari. Kalau ada orang santai tapi berdiri di sisi kanan, boleh jadi dia akan ditegur satpam setempat atau disindir oleh pengguna lainnya.
Di Indonesia, belum ada etika seperti itu. Padahal di negeri ini juga ada orang yang santai, dan ada orang yang terburu-buru, atau paling tidak, orang yang suka berjalan cepat. Karena itu sudah saatnya para pengelola gedung menerapkan etika ini. Stasiun kereta, mal, gedung pemerintah, atau tempat-tempat lain yang memiliki eskalator hendaknya memulainya dengan menentukan "jalur cepat" dan "jalur lambat". Ada baiknya juga di awal eskalator dipasang tulisan,"Berdirilah di kiri."
Sepertinya hal ini sepele. Tetapi makna di balik etika ini adalah bahwa kita harus menghormati dan menolong mereka yang mengalami kesempitan waktu. Siapa tahu memang mereka sedang memelihara kondite agar tidak terlambat bekerja. Kalau kita menghalangi mereka, berarti kita menghalangi mereka yang ingin menunaikan janji. Siapa tahu mereka sedang mengejar waktu karena ada keluarganya yang sakit. Kalau kita menghalangi mereka, berarti kita mengganggu tali silaturahmi mereka. Siapa tahu mereka ketinggalan barang penting, dan lain-lain.
Jadi, dengan sedikit bergeser ke kiri, kita memeberi kemudahan. Tidak sepele bukan?

No comments:

Post a Comment